Rabu, 22 Januari 2014
MADRASAH DAN PRANATA SOSIAL
MADRASAH DAN PRANATA SOSIAL
Oleh : Laeli Sangadah
A. Pendahuluan
Sesungguhnya pendidikan adalah masalah besar dan sangat penting yang aktual sepanjang zaman, karena pendidikan orang dapat menjadi maju, dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi manusia mampu mengolah alam yang di karuniai oleh sang pencipta yaitu Allah SWT… kepada insan di dunia, setiap insan dianjurkan untuk terus belajar dari ayunan hingga ke liang lahad.
Berbicara mengenai pendidikan Islam tentulah sangat luas yaitu baik pendidikan dari ruang maupun waktu, adapun pendidikan yang di peroleh di dunia ini melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Bertitik tolak dari itu seperti yang kita ketahui perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang penuh dengan sekelumit persoalan dalam keberadaan di kancah persaingan globalisasi yang semakin pesat. Yang membuka sudut pandang para pemikir pendidikan Islam mengalami perkembangan yang tidak hanya larut dengan tuntutan keagamaan karena seseorang yang hidup didunia harus mampu memberikan peran pada alam hidupnya.
Pendidikan Islam adalah termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. Untuk itu penulis akan membahas masalah madrasah dan kaitannya dengan pranata sosial.
B. Madrasah
1. Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata keterangan tempat (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Madrasah merupakan isim makna dari kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula. (Dakir, 2009:..)
Lembaga pendidikan madrasah telah di kenal di timur tengah hanya saja pendidikan pada saat itu sebagai pendidikan keilmuan tingkat tinggi, Pada abad 11-12 M Wazir Bani Saljuk, Nizam al-Mulk mendirikan madrasah Nizamiyah di Bagdad sebuah pendidikan yang bertujuan memperkaya khazanah lembaga pendidikan di masyarakat Islam. (Indra Hasbi, 1995: 205) Menurut George Makdisi mengungkapkan di kutip oleh Ainurrafiq bahwa akar sejarah pertumbuhan madrasah dalam dunia Islam berawal dari masjid pada abad ke 8-9, awal perkembangan madrasah karena pemerintahan memiliki andil yang cukup besar seperti Nidzam al-Mulk 1063 M, Nur al-Din Zanky 1146-1174 M dsb. Dan perhatian yang besar dari para saudagar, ulama, dan elemen masyarakat lainnya (Dawan Ainurafik, …: 33) disini jelas terlihat antara fihak pemerintah dan swasta bekerja sama dalam melakukan perkembangan madrasah sehingga madrasah menjadi sebuah lembaga pendidikan yang maju dan berkembang adalah sesuatu yang sangat utopis, inilah awal mulanya sejarah perkembangan madrasah di dunia Islam. Berbeda halnya jika di dalam negeri madrasah adalah pendidikan yang memberikan pengajaran Islam pada tingkat rendah dan menengah.
2. Latar Belakang Munculnya Madrasah di Indonesia
Pada masa penjajahan Jepang sikap Pemerintahan Jepang terhadap Islam berbeda dengan sikap Belanda, Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, mereka lebih mementingkan keperluan kepentingan perang, sehingga mereka lebih memilih pro dengan umat Islam, yang menjadi mayoritas di Indonesia untuk mendapatkan dukungan. Lain halnya dengan Belanda yang membatasi ruang gerak Islam baik pendidikan maupun organisasi-organisasi Islam. Hal ini dilakukan Belanda karena selain bertindak sebagai kaum penjajah, mereka juga memiliki misi yang tak kalah penting yaitu menyebarkan agama kristen.
Dengan dikeluarkannya kebijakan Jepang tentang upacara sei Keirei bagi sekolah-sekolah menuai banyak protes diantaranya adalah dua orang tokoh Islam yang memiliki andil cukup besar terhadap perkembangan Islam. Adalah Dr. Hamka, reformis Minangkabau yang baru dibebaskan dari pembuangan di Jawa barat pada masa kolonial Belanda. Beliau tanpa takut-takut membeberkan bahwa tidak mungkin menyatukan ajaran shinto yang mengharuskan menyembah kaisar dan matahari terbit dengan Islam yang monotheisme. Tokoh lainnya adalah Abdul Kahar Muzakar, seorang pemimpin pemuda Muhammadiyah, yang langsung menyatakan ketidak setujuannya di depan prof. Ozaki. Berkat dua orang tokoh ini akhirnya menghasilkan peraturan baru yang membebaskan umat Islam dari pelaksanaan upacara Sei kierei.( Mustafa A, (1999: 99)
Pendidikan Islam berkembang secara pesat pada masa penjajahan Jepang terjadi di Minangkabau. Pada tahun pertama masuknya tentara Jepang, ulama-ulama Minangkabau bersatu padu menghadapi politik yang akan dijalankan oleh Jepang dengan mendirikan Majelis Islam Tinggi Minangkabau, yang berpusat di Bukit Tinggi, dan ditunjuk Mahmud Yunus sebagai penasihat dikantor residen Padang. Berkat usahanya, kepala Jawatan menyetujui untuk memasukan pendidikan agama Islam ke sekolah-sekolah pemerintah pada waktu itu. Mahmud Yunus juga diperbolehkan untuk melaksanakan pengajaran di Majelis Islam Tinggi sehingga diadakan pelatihan-pelatihan guru agama dibawah pimpinan Mahmud Yunus. Kemudian pada bulan Maret 1945, Mahmud Yunus diangkat oleh pemerintah Jepang sebagai pemeriksa Agama di Sumatera Barat. Sejak saat itu bertambah banyaklah pelajaran agama yang masuk ke sekolah-sekolah pemerintah. Madrasah Awaliyah pun berkembang pesat pada masa ini. Di Minangkabau madrasah awaliyah diadakan di sore hari dengan lama belajar satu setengah jam perhari. Materi pelajaran yang diberikan berupa : membaca al Quran, ibadah, akhlak dan keimanan.
Di Kalimantan didirikan pula perkumpulan madrasah-madrasah Islam Amuntasi yang disingkat menjadi IMI, Ikatan Madrasah Islam Amuntasi ini didirikan pada tanggal 15 Maret 1945. Adapun tujuan dari perkumpulan tersebut adalah : Menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam, memperluas berdirinya perguruan-perguruan Islam, dan memperbaiki organisasi dan pengelola perguruan-perguruan Islam yang telah ada, agar sesuai dengan keinginan masyarakat luas. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, salah satu langkah yang diambil adalah dengan mendirikan perguruan-perguruan Islam. (Dawan Ainurafik, …: 101)
Bertitik tolak dari hal tersebut maka latar belakang perumbuhan madrasah di Indonesia didorong oleh: a) sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam, b) usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah kesuatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan kelulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, yaitu ijazah dengan peluang pekerjaan, c) dan sebagai upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pasantren dengan sistem modern dari hasil akulturasi sekolah yang di pelopori oleh belanda,( Mujib Abdul, 2008: 281) d) menguaknya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dan adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda. Hingga munculnya kelompok organisasi yang bertujuan pengembalian kepada al-Qur’an dan hadis semagat nasionalisme dalam melawan penjajahan belanda yang dimulai pada abad 20.
Mukti Ali mensinyalir bahwa pada masa penjajahan Belanda ini, pendidikan terpecah menjadi dua golongan yaitu pendidikan yang sekuler dan pendidikan Agama. Oleh karena itu madrasah merupakan pleace bertemunya proses pembelajaran antara pesantren dengan sekolah. Karel A. Steenbrik menguraikan bahwa madrasah yang berdiri di indonesia adalah Adabiah School, Madrasah Diniah Zainuddin Labai, Madrasah Nahdlatul Ulama dll. (Maksum, 1999: 98)
3. Perkembangan Madrasah
Perubahan ke madrasah dari pendidikan pesantren dan sekolah yaitu sekolah umum yang bercirikan Islam dengan cakupan tanggung jawab: a) sebagai lembaga pencerdasan kehidupan masyarakat Indonesia umumnya, khususnya masyarakat islami, b) sebagai lembaga pelestarian budaya keislaman bagi masyarakat Indonesia dan sebagai lembaga pelopor bagi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia dan muslim khususnya.( Syarifudin, 2005: 209)
Madrasah dikelola oleh Kementerian Agama, setelah kemerdekaan bangsa Indonesia mengupayakan untuk menjembantani kensenjangan antara model pendidikan sekolah dengan pesantren, jika melihat sejarah madrasah yang sangat di dukung oleh pemerintah dan bangsawan berbeda halnya dengan Indonesia yang kurang memperhatikannya namun terdapat sedikit celah perhatian pemerintah pada tahun 1975 munculnya Surat keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang terdiri dari menteri agama, pendidikan dan kebudayaan serta dalam negeri yang memuat materi pelajaran pada madrasah 70% umum dan 30 % agama, Steenbrink beranggapan bahwa membuat kerugian terhadap madrasah. Namun jika meneropong dari sudut dikotomi sangat positif dengan adanya SKB 3 menteri ini antara ilmu agama dengan ilmu umum.( Assifudin, A Janah, 2010 :170)
Madrasah memiliki kurikulum, metode dan cara mengajar sendiri yang berbeda dengan sekolah. Meskipun mengajarkan ilmu pengetahuan umum sebagaimana yang diajarkan di sekolah, madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu sangat menonjolkan nilai religiusitas masyarakatnya, tidak hanya itu madrasah merupakan pengembangan dari pesantren yang sudah memasukkan materi pelajaran umum. Materi pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kecerdasan murid, dimulai dengan pelajaran yang mudah terus dilanjutkan secara berangsur sampai selesai tingkat pengetahuan dasar. Cara penyajian juga sudah disusun sedemikian sehingga mudah dipahami oleh anak-anak.
Kurikulum pada bidang studi agama Islam di bagi kepada beberapa sub yaitu fiqh, akidah Akhlak, al-Qur-an Hadis, sejarah kebudayaan Islam, didalam badaya sekolah siswi memakai jilbab dan siswa memakai celana panjang pada proses pembelajaran berlangsung siswa membaca doa dan ketika memulai dan mengakhiri pembelajaran mengucapkan salam. Subtansi perubahan kebijakan madrasah dari sekolah mengkhususkan diri pada kajian agama islam dalam rangka mengarahkan, membimbing, membina dan melahirkan pendidikan madrasah yang qualified mampu mengembangkan kognitif, akfektif dan psikomotor.(Ainurafik Dawan, …: 58)
Pada kepemimpinan pendidikan modern, perlu memperhatikan hal-hal pokok yang harus di miliki, yaitu : 1) visioner, mempunyai wawasan luas dan matang sehingga mampu merumuskan visi dan misi serta selalu bertindak proaktif dalam mengikuti perkembangan dan dinamisasi program pendidikan dalam kehidupan. 2) pemersatu, mampu mempersatukan semua unsur dan potensi yang berbeda –beda disuatu lembaga pendidikan sehingga menjadi kekuatan sinergi hingga bermanfaat bagi semua fihak. 3) pemberdaya, pemimpin ialah seorang moivator, pendorong, suka menolong orang lain, dalam diri pemimpin terccermin pribadi yang demokrat, inklusif, deligatif dan komunikatif, empatif dan responsif. 4) pengendalian emosional yang tidak hanya pada akal tetapi juga hati, 5) integritas yang harus taat pada prinsip moral dan hukum dalam semua aspek kehidupan termasuk kehidupan akademik.( assifudin A Janah, 2010: 78)
Disini jelas tampak bahwa peran madrasah sangat srategis terhadap pendidikan Islam di Indonesia karena sebagai wadah berkumpulnya pendidikan umum dengan pendidikan keagamaan Islam hingga mampu mencetak kader yang intelektual tinggi berbasis keislaman. Yang diharapkan dapat menjadi khalifah yang sempurna di muka bumi ini, walaupun tidak di pungkiri perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap madrasah masih minim.
C. Pranata Sosial
1. Pengertian Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan terjemahan dari sosial institution, walaupun para sarjana sosiologi belum mempunyai kata sepakat tentang hal itu. Karena sosial institusional selain diartikan pranata sosial, juga diartikan bangunan sosial yang merupakan terjemahan dari soziale gebilde (bahasa jerman), bahkan ada pula yang mengartikan lembaga kemasyarakatan. Dalam bukunya Abdullah Idi (1992: 147), Bruce J. Cohen mengatakan, untuk memberikan suatu batasan, dapat dikatakan bahwa lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Wujud konkret lembaga kemasyarakatan tersebut adalah asosiasi (assosiation).
Beberapa definisi pranata sosial menurut ahli sosiologi adalah sebagai berikut:
a. Koenjaraningrat (1990), berpendapat bahwa pranata sosial merupakan unsur-unsur yang mengatur perilaku para warga masyarakat yang saling berinteraksi.
b. Soekanto (1987), berpendapat bahwa pranata sosial merupakan lembaga kemasyarakatan yang lebih menunjukan suatu bentuk dan sekaligus mengandung pengertian-pengertian abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan tertentu yang menjadi cirri dari sautu lembaga.
c. Mac Iver dan Charles (1988), berpendapat bahwa pranata sosial merupakan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara suatu prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam suatu kelompok kemasyarakatan atau sosial.
d. Dan masih banyak pendapat-pendapat lain yang dikemukakan oleh para ahli sosiologi lainnya.
Pranata sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, pada dasar mempunyai beberapa fungsi sebagai :
a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian sosial (sosial control ). Artinya system pengawasan masyarakat terhadap tingkahlaku anggota-anggotanya.
Fungsi-fungsi diatas menyatakan bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu maka harus pula memperhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.
2. Ciri-ciri Pranata Sosial
Secara lengkap ciri-ciri pranata sosial diberikan oleh Gillin and Gillin dalam General features of institution diuraikan secara umum sebagai berikut:
a. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
b. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan cirri dari semua lembaga kemasyarakatan.
c. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
d. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan seperti bangunan, peralatan, mesin dan lain sebagainya.
e. Lambang-lambang juga merupakan cirri khas dari lembaga-lembaga kemasyarakatan.
f. Suatu kembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib yang berlaku,dan lain-lain.
Selain ciri-ciri, lembaga sosial mempunyai sifat-sifat umum seperti, menurut Harjono (1986:139) sebagai berikut:
a. Pranata sosial berfungsi sebagai satu unit dalam system kebudayaan yang merupakan satu kesatuan bulat.
b. Pranata sosial biasanya mempunyai berbagai tujuan yang jelas
c. Pranata sosial biasanya relative kokoh
d. Pranata sosial dalam melakukan fungsinya sering mempergunakan hasil kebudayaan material
e. Sifat karakteristik yang ada pada pranata sosial adalah lambang,dan
f. Pranata sosial biasanya mempunyai tradisi tertulis atau lisan yang jelas
Beberapa syarat pranata atau lembaga menurut Suhardi (1987 : 66-67) yaitu :
a. Harus memiliki aturan atau norma hidup dalam ingatan atau yang tertulis.
b. Aktitas-aktivitas bersama itu harus memiliki suatu system hubungan yang didasarkan atas norma-norma tertentu.
c. Aktitas-aktivitas bersama itu harus memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang didasari dan dipahami oleh kelompok masyarakat bersangkutan.
d. Harus memiliki peralatan dan perlengkapan.
Dengan demikian bahwa pranata atau lembaga merupakan kelompok individu yang memiliki norma dan berhubungan secara langgeng, dimana anggotanya memiliki fungsi masing-masing untuk mendukung fungsi pranata itu sendiri.
3. Tipe-tipe Pranata Sosial
Tipe-tipe pranata sosial dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang. Menurut Gillin dan Gillin pranata sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Crescive institusions dan enacted institutions merupakan klasifikasi dari sudut perkembangan. Crescive institusions disebut juga lembaga-lembaga paling primer, lembaga yang tak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contoh hak milik, agama, dan seterusnya. Sedangkan enacted institusions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu. Misalnya lembaga utang piutang, lembaga perdagangan, dan lain- lain.
b. Dari sudut nilai yang diterima dari masyarakat, timbul klasifikasi lembaga sosial berdasarkan basic institusionsdan subsidiary. Basic institusions dianggap sebagai lembaga sosial yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib,misalnya keluarga, sekolah-sekolah Negara, dan sebagainya. Subsidiary institusions dianggap yang kurang penting, seperti misalnya kegiatan rekreasi.
c. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau sosial sanctioned instiitutions denganunsanctioned institusions. Apporoved atau sosial sancationed institusional adalah lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti sekolah, perusahaan dagang dan lain-lain.unsanctioned institutions yang ditolak keberadaannya oleh masyarakatitu sendiri tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, perampok dan lain-lain.
d. Perbedaan antara general institusions dengan restricted institutions timbul apabila klasifikasi terebut berdasarkan pada fektor-penyebabnya.misalnya agama adalah suatu general institutions karena hamper dikenal oleh seluruh masyarakat di dunia.sedangkan agama islam, kristen,budha,hindu dan lain-lain. Merupakan restected institutions yang dianut oleh masyrakat-masyarakat dunia.
e. Dilihat dari fungsi lembaga sosial dibedakan oleh operative institutions atau regulative institutions. operative institutions berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti lembaga industri. Sedangkan regulative institutions bertujuan untuk mengawasi adapt istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri.
4. Perubahan Pranata Sosial
Kebudayan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat,bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat statis. Karena fungsinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang beraneka ragam selalu berubah-ubahmaka pranata sosial pun dapat mengalami perubahan nya sulit dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa hal seperti:
a. Proses internalisasi pranata sosial yang dialami sejak lahir sampai meninggal, merupakan proses yang relative lama.
b. Karena adanya control sosial, yang ada dasarnya merupakan suatu mekanisme dalam kehidupan masyarakat yang dijalankan untuk menjamin agar individu mematuhi norma-norma yang berlaku.
5. Proses Pertumbuhan Pranata Sosial
Norma dalah wujud konkrit dari nilai yang merupakan pedoman, berisi keharusan bagi individu atau masyarakat. Norma dianggap positif apabila dianjurkan atau diwajibkan oleh lingkungan sosialnya. Sedangkan norma dianggap negatif, apabila tindakan atau prilaku seseorang dilarang dalam lingkungan sosialnya. Karena norma sosial sebagai ukuran untuk berperilaku sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan norma yang telah disepakati, maka diperlukan sanksi bagi individu yang melanggar norma. Karena seseorang yang melanggar norma harus diberikan penyadaran bahwa perbuatannya tersebut tidak sesuai dengan aturan.
Norma-norma yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah kekuatan mengikatnya, adajuga yang kuat. Berkenaan hal tersebut dikenal ada empat pengertian norma, sebagai berikut :
a. Cara (usage), penyimpangan terhadap cara tidak akan mendapat hukuman yang berat, tetap hanya celaan. Contohnya orang yang makan bersuara, cara makan tanpa sendok dan garpu.
b. Kebiasaan (folkways), perbuatan yang berulang-ulang sehingga menjadi kebiasasan. Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat dibandingkan cara. Bila tidak dilakukan dianggap menyimpang dari kebiasaan umum dan masyarakat. Memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua, mendahulukan kaum wanita waktu antri dan sebagainya.
c. Tata kelakuan (mores), kebiasaan yang dianggap tidak hanyasebagai perilaku saja, tetapi diterima sebagai norma-norma pengatur.
d. Adat istiadat (costum), yaitu tata kelakuan yang menyatu dengan pola-pola perilaku masyarakat dan memiliki kekuatan mangikat yang lebih.bila dilanggar akan mendapat sanksi keras dari masyarakat.
Dalam masyarakat dikenal beberapa norma yang mengatur pola perilakusetiap individu sebagai berikut :
a. Norma tidak tertulis yang dilakukan (informal) masyarakat dan telah melembaga, yang lambat laun akan berupa peraturan dan tertulis pula, walupun sifatnya tidak baku tetapi tergantung pada kebutuhan saat masyarakat, hal ini berupa gabungan dari folk-sway dan mores,seperti kebutuhan keluarga, cara membesarkan anak. Dari lembaga terkecil sampai masyarakat, akan mengenal norma prilaku, nilai cita-cita dan system hubungan sosial. Karena itu suatu lembaga mencakup :
1) Seperangkat pola prilaku yang telah distandarisasi dengan baik
2) Serangkaian tata kelakuan, sikapdan nilai-nilai yang mendukung,dan
3) Sebentuk tradisi, ritual, upacara simbolik dan pakaian adapt serta perlengkapan yang lain.
b. Norma tertulis (formal), biasanya dalam bentuk peraturan atau hokum yang telah yang telah dibakukan dan berlaku dimasyarakat. Contoh :
1) Norma yang umum berhubungan dengan kepentingan dan ketentraman warga masyarakat banyak.seperti mengganggu gadis yang lewat dll.
2) Norma itu bertujuan mengatur dan menegakan kehidupan masyarakat, agar meresa tentram dan aman dari segala gangguan yang dapat merasahkan.
c. Tindakan atau perbuatan yang dilakukan individu atau sekelompok masyarakat berupa iseng atau meniru tindakan orang lain. Contohnya: individu meniru pakaiannya atau penampilan kelompok musik tentunya.
Berdasarkan klasifikasi diatas, ada beberapa norma yang umumnya berlaku dalam kehidupan suatu masyarakat, sebagai berikut:
a. Norma kesopanan / etika, adalah norma yang berpangkal pada aturan tingkah laku yang diakui masyarakat, seperti cara berpakaian, cara bersikap dan berbicara dalam pergaulan. Contohnya : memakai pakaian yang minim bagi perempuan tidak umum adalah tidak sopan.
b. Norma kesusilaan, norma ini mengatur bagaimana seseorang dapat berperilaku secara baik dengan pertimbangan moral atau didasarkan pada hari nurani atau ahlak manusia. Contohnya : tindakan pembunuhan atau perkosaan tentu banyak ditolak oleh masyarakat dimanapun, bagi masyarakat Indonesia berciuman di depan masyarakat umum dianggap melanggar norma susila, walaupun mereka pasangan suami istri.
c. Norma agama, didasarkan pada ajaran atau akidah suatu agama.dalam agama terdapat perintah dan larangan yang harus dijalankan pemeluknya.
d. Norma hukum, merupakan jenis norma yang paling jelas dan kuat ikatannya karena merupakan norma yang baku. Didasarkan pada perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dengan ketentuan yang sah dan terdapat penegak hokum sebagai pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi. Contohnya : seorang terdakwa melakukan pembunuhan terancana divonis oleh hakim dengan dikenakan hukuman minimal 15 tahun.
e. Norma kebiasaan,didasarkan pada hasil perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga manjadi sautu kebiasaan. Contohnya : mudik di hari raya.
Selain hal-hal diatas, agar aturan-aturan atau norma-norma sosial dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat, maka norma-norma tersebut harus melembaga (institutionalized). Agar norma sosial bisa melembaga, maka sebagai berikut:
a. Diketahui;
b. Dipahami;
c. Ditaati;
d. Dihargai.
D. Madrasah (Pendidikan ) dan Fungsinya
Pendidikan merupakan salah satu fungsi yang harus dilakukan dengan sebaik- baiknya oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah secara terpadu untuk mengembangkan fungsi pendidikan. Kualitas pendidikan bukan hanya dilihat dari kualitas individu, melainkan juga berkaitan erat dengan kualitas kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam bukunya Abdullah Idi ( 2011) Jalaludin mengatakan, manusia sebagai mahluk sosial memerlukan pendidikan khusus. Pendidikan khusus itu diarahkan kepada usaha membimbing dan pengembangan potensi manusia agar serasi dengan lingkungan sosialnya. Berdasarkan ruang lingkup sosial tersebut perlu dirumuskan pendidikan khusus, dengan konsep perumusannya : (1) pendidikan keluarga; (2) pendidikan kelembagaan yang terdiri atas: (a) kelembagaan formal seperti madrasah ataupun pesantren hingga kejenjang perguruan tinggi; dan (b) kelembagaan non formal, seperti majlis ta’lim , baik di masjid maupun majlis lainnya.
1) Pranata Pendidikan
Pranata pendidikan merupakan salah satu pranata yang penting dalam masyarakat, karena merupakan salah satu wadah nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat. Secara historis pendidikan sudah ada sejak manusia ada di muka bumi ini.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan dibagi menjadi tiga macam ( Tri Pusat Pendidikan) sebagai berikut:
1) Pendidikan dalam Keluarga ( Informal)
Ketika kehidupan manusia masih sederhana orang tua mendidik anaknya atau anak belajar pada orang tuanya/orang lebih tua di lingkungannya, bahkan tidak jarang anak belajar dari alam sekitarnya. Lingkungan pendidikan keluarga adalah bentuk yang sebenarnya dari konsep pendidikan selama hidup (life long education).
2) Pendidikan dalam Sekolah ( Formal)
Sesuai perkembangan jaman untuk melengkapi pendidikan informal maka dibentuklah pranata pendidikan formal, seperti sekolah umum, meliputi : play group, TK s/d Perguruan Tinggi maupun sekolah yang khusus, seperti sekolah agama dan sekolah luarbiasa.
3) Pendidikan dalam Masyarakat (Non Formal)
Pendidikan masyarakat berupa pelayanan pendidikan ketrampilan praktis, seperti kursus: ketrampilan,menjahit,bengkel,bahasa,komputer,dsb.
Fungsi pendidikan di sekolah selanjutnya sedikit banyak dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di lingkungan masyarakat.
2) Pranata Pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
b. Mengembangkan bakat perorangan demi kepuasan pribadi.
c. Melestarikan kebudayaan serta berbagai transmisi kebudayaan masyarakat.
d. Mengurangi pengendalian orang tua melalui sekolah.
e. Memperpanjang masa remaja, karena kedewasaan anak terhambat sebab secara ekonomi masih menggantungkan orang tua
f. Mobilitas sistem kelas sosial, melalui sekolah dapat menjadi saluran mobilitas sosial bagi siswa ke status yang lebih tinggi.
E. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Ruswandi.dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya. Bandung : UPI Press.
Rukandi, Kanda.dkk. 2006. Perspektif Sosial Budaya. Bandung : UPI Press.
Rohman, Arif.dkk. 2003. Sosiologi. Klaten : PT Intan Prawira.
Ardiwinata, S. Jajat. dkk. 2008. Sosiologi Antropologi Pendidikan. Bandung: UPI Press
Ningrum, Epon. Dkk.2006. Tempat Ruang dan Sistem Sosial. Bandung. UPI Press
http://dakir.wordpress.com/2009/04/18/pendidikan-periode-madrasah/
Hasbi Indra, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi, Jakarta: Ridamulia, 1995.
Ainurafiq Dawan & Ahmad Ta’arif, Manajemen .., hal. 33
A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)
Abdul Mujib & Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Maksum, Madarasah, Sejarah dan Perkembangannya, Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999
Syarifuddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Ciputat: Press Jakarta, 2005
Ahmad Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, Yogyakarta : SUKA –Press UIN Sunan Kalijaga, 2010
Ainurafiq Dawan & Ahmad Ta’arif, Manajemen ..,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar