Rabu, 22 Januari 2014
MEMBANGKITKAN TRADISI KEILMUAN ISLAM DI ERA GLOBALISASI
MEMBANGKITKAN TRADISI KEILMUAN ISLAM DI ERA GLOBALISASI
Oleh: Laeli Sangadah
A. Pendahuluan
Ilmu merupakan sarana untuk mengembangkan peradaban manusia, tanpa ilmu manusia akan tampak seperti hewan yang berjalan di muka bumi dengan dua kaki. Dengan ilmu manusia akan terangkat derajatnya, yang pada mulanya rendah menjadi agak tinggi, dan yang sudah agak tinggi menjadi tinggi. Maka dari itu hendaknya para manusia mencari dan berusaha mengamalkan segala ilmu yang diperolehnya.
Islam adalah agama yang sangat mementingkan perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menurut islam adalah alat yang membawa orang menuju keselamatan, dan juga alat untuk meninggalkan kegelapan. Banyak sekali hadist Nabi yang mengatakan tentang pentingnya ilmu, bahkan sampai-sampai al Qur’an sendiri mengatakan bahwa ilmu itu sangat penting dan berguna bagi manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Al Qur’an juga memerintahkan manusia untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan seseorang maka akan semakin kokohlah imannya.
Dalam al Qur’an juga diterangkan bahwa tidak ada yang namanya dikotomi ilmu sebagaimana keterangan dalam surah al alaq ayat 1-5. Akan tetapi kenyataannya banyak orang muslim yang mendikotomikan ilmu tersebut, akibatnya ilmu orang islam sulit berkembang.
Dalam islam atau masyarakat muslim terdapat epistemologi yang khusus tentang ilmu dan juga tradisi keilmuan tersendiri. Tetapi ilmu dalam islam atau negara-negara islam sulit sekali berkembang karena terdapat berbagai permasalahan dan problematika yang melanda. Baik problematika tersebut datangnya dari dalam atau dari luar umat islam itu sendiri. Semua permasalahan dan problematika tersebut belum ada pemecahannya sampai sekarang, padahal hal itu harus segera dipecahkan untuk dapat memajukan ilmu dan keilmuan dalam islam. Jika kita menengok sejarah sebentar, maka disitu kita akan menemukan bahwa islam pernah mengalami kejayaan tentang ilmu dan keilmuan. Tetapi sekarang isi kita sulit sekali memajukan keilmuan dalam islam atau masyarakat muslim
Disini, penulis akan membatasi pokok bahasan tentang upaya untuk membangkitkan tradisi keilmuan islam di era globalisasi.
B. Penjelasan
1. Pengertian Ilmu
Ilmu pengetahuan ialah hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian – bagian dan hukum- hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya ( alam, manusia dan juga agama) sejauh yang dapat di jangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya, yang kebenarannya di uji secara empiris dan eksperimental. Menurut Huxley dalam bukunya Sidarta, Ilmu merupakan kegiatan dengannya memperoleh sejumlah pengetahuan yang mampu mengendalikan fakta – fakta ilmiah, maksud pengertian ilmu sebagai akumulasi pengetahuan yang disistematiskan atau yang diorganisasikan. Ilmu dapat dirumuskan sebagai metode pendekatan terhadap semua dunia empirik, yakni dunia yang terikat oleh ruang dan waktu yang dapat di diamati oleh panca indra.
Dengan demikian , ilmu dapat mengandung unsur – unsur sebagai berikut.
1) Ilmu bersifat rasional. Artinya, proses pemikiran yang berlangsung dalam ilmu itu harus tunduk terhadap hukum- hukum logika.
2) Ilmu bersifat empirikal. Artinya, kesimpulan – kesimpulan yang ditarik dapat ditundukkan pada verivikasi panca indra.
3) Ilmu bersifat sistematikal. Artinya, cara kerja yang runtut berdasarkan patokan tertentu secara rasional dapat dipertanggung jawabkan dan hasilnya berupa fakta- fakta yang relevan dalam bidang yang ditelaahnya dan harus disusun dalam suatu kebulatan yang konsisten.
4) Ilmu bersifat umum dan terbuka. Artinya harus dapat dipelajari oleh tiap orang, tidak terbatas pada kelompok tertentu.
5) Ilmu bersifat akumulatif. Artinya, kebenaran yang diperoleh selalu dapat dijadikan dasar untuk memperoleh kebenaran yang baru.
Ilmu mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia,karena kegunaan ilmu tidak terlepas dari kepentingan manusia, artinya ilmu harus membawa dampak positif bagi manusia. Ilmu dapat membantu manusia untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai kejadian baik yang bersifat alami, maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Berkat kemajuan ilmu atau teknologi maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, transportasi, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi. Namun sejak awal pertumbuhan ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan negatif, sehingga ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan untuk memerangi dan menguasai sesama manusia.
2. Sumber Ilmu Pengetahuan
a. ilmu pengetahuan diperoleh dalam telaah umum
Pada pembahasan ini dikhususkan untuk mengetahui bagaimana sebuah ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh. Secara umum ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui proses sebagai berikut:
1) Metode Empirik
Yang dimaksud dengan metode empirik yaitu pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman inderawi dan akal dengan mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman dengan cara induksi.
Dalam metode ini terdapat beberapa unusur yaitu subyek, obyek dan hubungan antara subyek dan obyek. Subyek adalah yang menegatahui atau manusi itu sendiri sebab manusia sejatinya adalah knower dimana dalam diri setiap manusia terdapat kemampuan untuk dapat mengetahui (dalam arti luas), kemampuan-kemampuan tersebut adalah; (a) Kemampuan kognitif, yaitu; kemampuan untuk menegtahui dalam artinya secara luas dan lebih mendalam seperti; mengerti, memahami dan menghayati – dan mengingat apa yang diketahui. Landasan kognitifitas manusia adalah rasio atau akal. Kemampuan kognitif manusia bersifat netral. (b) kemampuan afektif yaitu kemampuan untuk merasakan tentang apa yang diketahuinya seperti rasa cinta, indah dan sebagainya. kemampuan afektif berlandas pada rasa atau qalbu dan disebut pula dengan hati nurani, kemampuan ini bersifat tidak netral. (c) kemampuan konatif yaitu kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan, kemampuan ini menjadi daya dorong untuk mencapai (atau menjauhi) segala apa yang didiktekan oleh rasa. Adapun obyek adalah yang diketahui baik bersifat a priori maupun a posteriori dan terakhir adalah proses terjadinya hubungan anatara subyek dan obyek.
Metode ini memberikan arti bahwa seluruh konsep dan idea yang kita anggap benar sesungguhnya bersumber dari pengalaman dengan obyek yang ditangkap oleh panca indera khususnya yang bersifat spontan dan langsung, sehingga dengan metode ini panca indera memiliki peranan penting dalam tiga hal; (a) bahwa seluruh preposisi yang kita ucapkan merupakan bentu manifestasi laporan dari pengalaman atau yang disimpulan pengalaman. (b) bahwa konsep atau idea tentang sesuatu tidak dapat diperoleh kecuali didasarkan pada apa yang diperoleh dari pengalaman. (c) akal budi atau rasio hanya dapat berfungsi jika memiliki acuan realitas. Artinya dengan metode ini dapat dinyatakan bahwa credential (keterpercayaan) konsep ilmiah atau teori apapun bergantung pada suatu tingkat substansi berbasis empiris.
2) Metode Rasional
Metode Rasional adalah metode yang menjelaskan hubungan-hubungan rasional yang memberi penjelasan ilmiah ciri-khas keterpahaman (intelegibility) yang khas. penggunaan rasio dalam menperoleh pengetahuan menjadi sandaran metode ini dimana akal atau rasio yang memenuhi sayarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang digunakan dalam seluruh metode ilmiah.
Metode ini menjadikan matematika dan ilmu ukur sebagai model bagi pengetahuan manusia, metode ini menunjukkan sebuah penjelasan bahwa dalam diri manusia terdapat idea-idea bawaan tertentu yang telah ada sejak awal yang diperoleh bukan dari pengalaman, artinya bahwa manusia berpikir dalam rangka prinsip-prinsip pertama yang terbukti dengan sendirinya, sebab panca indera dan pengalaman hanya dapat memberi informasi tentang obyek khusus yang terbatas dan tidak tetap sehingga tidak dapat memberi pengetahuan yang bersifat universal.
Jadi, pengetahuan hanya dapat ditemukan dalam dan dengan bantuan akal budi (rasio). Dengan cara ini, maka proses pengetahuan manusia adalah dengan mendeduksikan, menurunkan, pengetahuan-pengetahuan particular dari prinsip-prinsip umum, atau dengan kata lain bahwa pengetahuan manusia harus mulai dari aksioma-aksioma yang telah terbukti dengan sendirinya, dan dari situ ditarik teorema-teorema sedemikian rupa sehingga kebenaran aksioma menjadi kebenaran teorema.
Penjelasan ini memberikan gambaran bahwa kemampuan akal budi (rasio) manusialah yang dapat digunakan untuk dapat menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum tertentu dalam benaknya. Oleh karenanya logika silogisme menjadi sangat penting dalam menggunakan metode ini.
Fungsi dari kemampuan rasio manusia dalam memperoleh ilmu pengetahuan dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu; higher reason (rasio tertinggi) dan lower reason (rasio terendah), hasil ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dari keduanya berbeda dimana higher reason menghasilkan ilmu pengetahuan akan suatu kebenaran yang berkaitan dengan kekekalan yang disebut juga dengan sapientia atau wisdom, sementara lower reason menghasilkan ilmu pengetahuan akan suatu kebenaran yang bersifat temporal yang disebut juga dengan scientia atau knowledge.
3) Metode Kontemplatif
Metode ini memandang bahwa metode empiris dan rasional memiliki keterbatasan, sehingga pengetahuan yang dihasilkan pun berbeda dan masing-masing bersifat temporal, maka untuk menajamkan hasil dari kedua metode tersebut dibutuhkan penajaman kemampuan akal yang disebut intuisi, pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi dapat diperoleh secara kontemplatif.
Metode kontemplatif dalam memperoleh pengetahuan bersifat sangat indivdualistik sebab pengetahuan yang dihasilkannya tersebut adalah pengetahuan yang tercerahkan dari percikan sinar pengetahuan Tuhan (al-hikmah al-Ila-hiyyah). Hariri Shrazi menerangkan bahwa intusi (fitrah) bukan semata-mata kolam atau waduk yang menerima penegtahuan, akan tetapi pengetahuan ini murni muncul dari dalam diri manusia itu sendiri dan bukan dari luar, maka mata fitrahlah yang melihat pengetahuan itu dan kemudian lidahnya mengucapkan atau menjelaskan pengetahuan tersebut.
Metode ini tidak hanya dipahami bahwa ilmu pengetahuan yang dihasilkannya bersifat mitologi-spekulatif , tetapi dalam arti yang lebih luas dimana metode kontemplatif menuju kebenaran pengetahuan secara epistemic dapat melalui beberapa tahapan yang didalmnya menjadikan kesadaran empirik-rality dan cognitive-reasion sebagai tahapan awal dengan cara kerjanya yang khas yaitu; (a) empiris inderawi adalah sebagai jalan masuknya sensation dengan merasakan setiap bentuk realitas yang dirasakan dan diamatinya, selanjutnya (b) sensation yang masuk melalui pengamatan dan pengalaman tersebut dikumpulkan, digabungkan, dipilah, dinalar dengan menggunakan kemampuan rasio melalui proses penilaian terhadap obyek fisis yng diketahui melalui penginderaan dan atau pengalaman, tahapan ini selanjutnya disebut dengan tahapan cognition, selanjutnya (c) tahapan yang diberlakukan atas realitas yang telah dikognisikan dalam rasio tersebut kemudian dikontemplasikan dengan eternal truth pada tahapan ini kemudian apa yang dilihat, dirasa dan dipikirkan menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang disebut dengan intellection. Pada tahapan yang terakhir ini the truth information (al-Khabar al-Sadiq) dan otoritative information (informasi otoritas) memiliki peranan penting untuk kemudian dilakukan dialektika baik itu persifat tekstual, intertekstual, kontektual maupun interkontekstual yang dapat membatu menghasilkan kesimpulan pada ranah truth knowledge.
4) Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan salah satu cara atau prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, dimana ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi tentang cara bekerja pikiran yang diharapkan mempunyai karakteristik tertentu berupa sifat rasional dan teruji sehingga ilmu yang dihasilkan bisa diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris) dalam membangun pengetahuan. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya, dengan didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Metode rasional yang digabungkan dengan metode empiris dalam langkah menuju dan dapat menghasilkan pengetahuan inilah yang disebut metode ilmiah. Jadi, metode ilmiah dianggap sebagai metode terbaik untuk mendapatkan pengetahuan karena metode ini menggunakan pendekatan yang sistematis, obyetif, terkontrol, dan dapat diuji, yang dilakukan melalui metode empiris maupun rasional atau dengan kata lain dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip induktif dan dedutif.
Penggabungan anatara metode rasional dan empiris dilakukan dengan menggunkan langkah-langkah oprasional, yang disebut metode ilmiah dimana dalam metode ini rasionalitas menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sementara empiris memisahkan anatara fakta yang sesuai dengan yang tidak. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seluruh bentuk teori yang dapat diterima secara ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu; (a) memiliki konsistensi a prioriative yang memungkinkan tidak terjadinya kontaradiksi dalam teori keilmuan secara umum, (b) harus sesuai dan sejalan dengan fakta-fakta empiris, artinya bahwa teori dalam scientific knowledge (ilmu pengetahuan ilmiah) merupakan sekumpulan preposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberikan penjelasan tentang sejumlah fakta dan fenomena. dimana hubungan-hubungan antar preposisi tersebut dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena agar dapat diberlakukan secara universal pada fenomena lain yang sejenis dengan proses yang demikian dapat menghasilkan sebuah prinsip ilmiah dimana sebuah preposisi yang mengandung kebenaran umum didasarkan pada fakta dan fenomena yang telah diamati.
Dalam pandangan Ahmad Tafsir bahwa metode ilmiah tidak datang dengan sesuatu yang baru, tetapi hanya mengulangi ajaran positivisme secara lebih oprasional, dimana dalam ajaran positivisme menyatakan bahwa kebenaran sesuatu harus bersifat logis, terbukti secara empiris, dan terukur secara oprasional, kuantitatif dan tidak mengundang perbedaan pendapat. Dengan demikian metode ilmiah harus melalui langkah yang disebut logico-hypothetico-verivicartive dengan mula-mula membuktikan bahwa hal tersebut logis, kemudian mengajukan hipotesis terhadap logika tersebut, kemudian melakukan pembuktian hipotesis tersebut secara empiris.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa metode dalam telaah umum dalam memperoleh ilmu pengetahuan, melalui prosedur-prosedur khusus. Adapun kata kunci dari prosedur-prosedur tersebut adalah; (a) Logis, (b) Empirik, (c) kejelasan teori atau epistemik, (d) oprasional dan spesifik, (e) hypotethik, (e) verivikative, (f) sistematis, (g) memperhatikan validitas dan realibilitas, (h) obyektif, (i) skeptik, (j) kritis, (k) analitik, (l) kontemplatif.
b. Sumber Ilmu Pengetahuan Diperoleh Menurut Islam
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kaum muslimin menuntut ilmu, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber-sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut:
1) Al-Qur’an dan as-Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat NYA (QS. Yusuf. [12]:1-3):
Artinya: Alif, laam, raa . Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui. dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
2) Alam semesta
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (QS:3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya, diantara ayat-ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti, Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).
•
Artinya: Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Ayat tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30):
•
Artinya: Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.
Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan),? adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) ? pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) ? panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air ? baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).
Ayat yang menjelaskan bahwa bintang-bintang merupakan sumber panas yang tinggi (QS: 86/3) ayatnya berbunyi:
• •
Artinya: (yaitu) bintang yang cahayanya menembus.
matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat C. Ayat tentang teori ekspansi kosmos (QS 51/47). Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama’ad-dunya) (QS 37/6) Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya (nur/kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (QS 71/16). Ayat tentang gaya tarik antar planet (QS 55/7). Ayat tentang revolusi bumi mengedari matahari (QS 27/88) . Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda2 (QS 55/5) dan garis edar sendiri-sendiri yang tetap (QS 36/40) . Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (QS 39/5) . Ayat tentang proses terjadinya air susu yang bermula dari makanan (farts) lalu diserap oleh darah (dam) lalu ke kelenjar air susu (QS 16/66) , perlu dicatat bahwa peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya nabi Muhammad SAW. Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran (QS 76/2) , mani merupakan campuran dari 4 kelenjar, testicules (membuat spermatozoid), vesicules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate (pemberi warna dan bau), Cooper & Mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir). Ayat bahwa zygote dikokohkan tempatnya dalam rahim (QS 22/5) , dengan tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel pada rahim. Ayat tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nuthfah), zygote yang melekat (‘alaqah), segumpal daging/embryo (mudhghah), dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘idhama)? tulang tersebut dibalut oleh otot dan daging (lahma) (QS 23/14).
3) Diri manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik, sebagaimana firman Allah berbunyi:
Artinya: Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? (QS:86/5). maupun psikologis/jiwa manusia tersebut, sebagaimana firmannya:
Artinya: Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.(QS 91/7-10).
4) Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui
lembar-lembar sejarah, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf [12):111).
Jika manusia masih ragu akan ilmu Allah tentang kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.
3. Tradisi Keilmuan Islam
Alquran diturunkan oleh Allah swt. kepada manusia untuk menjadi petunjuk dan menjadi pemisah antara yang hak dan yang batil sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Quran (al-Baqarah [2]:185). Alquran juga menuntun manusia untuk menjalani segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Alquran menempatkan ilmu dan ilmuwan dalam kedudukan yang tinggi sejajar dengan orang-orang yang beriman (QS: al-Mujadilah: 11). Banyak nash Alquran yang menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan wahyu yang pertama kali turun, adalah ayat yang berkenaan dengan ilmu, yaitu perintah untuk membaca seperti yang terdapat dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5. Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia tentang apa yang tidak diketahuinya.
Disamping itu, Alquran menghargai panca indera dan menetapkan bahwasanya indera tersebut adalah menjadi pintu ilmu pengetahuan. (QS.Al-Nahl: 78) Syeikh Mahmud Abdul Wahab Fayid mengatakan bahwa ayat ini mendahulukan pendengaran dan penglihatan dari pada hati disebabkan karena keduanya itu sebagai sumber petunjuk berbagai macam pemikiran dan merupakan kunci pembuka pengetahuan yang rasional.
Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab mengatakan, bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah diketahui maupun yang belum, semua bersumber dari al-Qur’an al-Karim.
Dr. M. Quraish Shihab mengatakan, membahas hubungan Alquran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Alquran dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. Tidak perlu melihat apakah di dalam Alquran terdapat ilmu matematika, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu komputer dan ilmu lainnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah jiwa ayat–ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat Alquran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan?
Kuntowijoyo mengatakan bahwa Alquran sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara berpikir. Cara berpikir inilah yang dinamakan paradigma Alquran, paradigma Islam. Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada paradigma Al-Quran jelas akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Kegiatan itu mungkin menjadi pendorong munculnya ilmu-ilmu pengetahuan alternatif. Jelas bahwa premis-premis normatif Alquran dapat dirumuskan menjadi teori-teori empiris dan rasional. Struktur transendental Al-Quran adalah sebuah ide normatif dan filosofis yang dapat dirumuskan menjadi paradigma teoretis. Ia akan memberikan kerangka bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan empiris dan rasional yang orisinil, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pragmatis umat manusia sebagai khalifah di bumi. Itulah sebabnya pengembangan teori-teori ilmu pengetahuan Islam dimaksudkan untuk kemaslahatan umat Manusia. Dua pemikir Muslim yang secara intens menggagas dan mengembangkan paradigma atau gugus pikir keilmuan Islam, dia adalah Alparsalan Acikgenc, Guru Besar Filsafat pada Fatih University Istambul Turki. Ia mengembangkan empat paradigma atau pandangan dunia Islam sebagai kerangka komprehensif keilmuan Islam, yaitu: (1) iman sebagai dasar struktur dunia (worldstructure, iman); (2) ilmu sebagai struktur pengetahuan (knowledge structure, al-'ilm); (3) fikih sebagai struktur nilai (value structure, al-fiqh); dan (4) kekhalifahan sebagai struktur manusia (human structure, khalîfah).
Dalam menjelaskan pandangan dunia Islam yang di dalamnya terdapat struktur keilmuan yang menjadi gugus fikir atau paradigma keilmuan Islam ia menyatakan:
As it is seen all structures are dominated by a doctrinal concept around which a network of integrated concepts and notions are formed. The world structure is the framework from which our conception of the universe and humankind in it arises. A person having such a mental framework in mind gives meaning to existence according to this structure. It is, as such, the most fundamental framework on which all other structures are built. It is clear from the Qur'an that this structure has three fundamental elements: God, prophethood and the idea of a final judgment, all of which lead to an understanding of man, religion and knowledge, as suchit constitutes the fundamental metaphysics of Islam. These fundamental concepts are integrally woven into the Islamic vision of reality and truth, which, as an architectonic mental unity, acts as the foundation of all human conduct, and as the general framework out of which follow all other frameworks. Thus comes next the knowledge structure as a fundamental element of the Islamic worldview. Since the activity at hand is science we need to examine only the frameworks established thus far. Therefore, I shall not discuss the value and human structures in this context.
Walaupun pada zaman dahulu peradaban islam pernah mengalami masa keemasan dan memberi sumbangan ilmu pengetahuan yang besar terhadap seluruh umat manusia, sekarang ini islam masih tertinggal jauh dari negara-negara Barat.
Beberapa penyebab lemahnya tradisi keilmuan dalam masyarkat muslim menurut Azyumardi Azra adalah:
a) Lemahnya masyarakat ilmiah
Terkait dengan sumber daya, dapat kita lihat bahwa proporsi dari mahasiswa di negara muslim yang mengambil jurusan sains hanya sedikit, mereka lebih tertarik pada bidang-bidang humaniora. Di samping itu dalam masyarakat muslim tidak adanya budaya meneliti dan berpikir.
b) Kurang integralnya kebijaksanaan sains nasional
Hampir seluruh wilayah negara-negara muslim belum atau tidak mempunyai kebijaksanaan dan perencanaan nasional yang jelas dan terpadu dalam rangka pengembangan sains. Mereka lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi.
c) Tidak memadainya anggaran penelitian ilmiah
Hampir seluruh negara-negara muslim, anggaran untuk penelitian yang sifatnya ilmiah sangat kecil dan tidak menduduki tempat yang signifikan dalam program perencanaan anggaran nasional, pertumbuhan anggarannya hanya berkisar antara 0,1-0,3 % dari GNP.
d) Kurangnya kesadaran di sektor ekonomi tentang pentingnya penelitian ilmiah
Negara-negara muslim dalam kebijaksanaan pembangunan sangat berorientasi pada pembangunan ekonomi dengan titik tekan pertumbuhan ekonomi tersebut. Karenanya, tidak mengherankan jika yang memegang kendali pembangunan adalah seorang ekonom yang tidak tertarik dengan penelitian ilmiah.
e) Kurang memadainya fasilitas perpustakaan, dokumentasi dan pusat informasi.
Fasilitas, informasi dan juga dokumentasi bahkan semuanya yang berkaitan dengan pengembangan IPTEK dalam negara-negara muslim sangat terbatas dan kurang sekali. Dan ini merupakan salah satu kelemahan pokok yang menghalangi pengembangan keilmuan di masyarakat tersebut.
f) Isolasi ilmuwan
Situasi lainnya yang mencemaskan ialah terisolasinya ilmuan dari masyarakat muslim dari perkembangan ilmu secara global, yang hal tersebut akan menjadikan faktor penghambat pengembangan keilmuan di negara atau masyarakat muslim tersebut.
g) Birokrasi, restriksi dan kurangnya intensif
Sains jelas akan lebih dapat berkembang dan bermanfaat jika ditangani dalam atmosfir yang bebas atau dengan restrikasi-restrikasi minimal. Jaring-jaring birokrasi yang terlalu ketat akan membunuh kreatifitas dan lembaga riset di negara-negara muslim yang sering tidak dapat bergerak karena banyaknya birokrasi dan restrikasi yang mencekam.
Selain pokok-pokok diatas kekurangan dari masyarakat muslim: “semua orang muslim kurang berkarya yang sesuai dengan sunnatullah dalam menangani dunia. Mayoritas masyarakat muslim tinggal di kawasan sub tropis, yang mana sumber daya alam masih tersedia dan mendukung dalam melangsungkan kehidupan. Kurangnya persatuan dan kesatuan antara umat islam, kurangnya kebutuhan cendekiawan muslim akan informasi”.
Demikian beberapa masalah pokok yang dihadapi negara-negara muslim dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Jika negara-negara muslim serius untuk menangani ketertinggalannya membangun kembali peradaban islam dengan tradisi keilmuannya yang khas, maka niscaya masalah-masalah diatas akan segera ditemukan solusinya. Jika tidak maka nama besar peradaban islam hanya tinggal sejarah dan rekonstruksinya hanya tinggal slogan saja.
4. Pengertian globalisasi
5. Upaya dalam Membangkitkan Tradisi Keilmuan Islam di Era Global
a) Membangun Tradisi Membaca
Tradisi ini merupakan inti dari tradisi Islam, dimana Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk selalu membaca seperti ayat pertama yang turun kepada nabi Muhammad SAW untuk di sampaikan kepada umatnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan itu diawali dengan proses membaca baik ditinjau dari makna etimologi maupun terminologi.
Yang dimaksud dengan membaca sebbagai konsep sebuah tradisi islam itu baik berupa membaca Al-Qur’an (kitab) maupun referensi-referensi lain ataupun membaca dalam konteks melakukan sebuah tadabbur(membaca ayat-ayat kauniah) seperti membaca kejadian (fenomena) alam. Membaca dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan tekhnologi, serta syarat pertama dalam membangun peradaban.
Dalam sejarah peradaban Islam, kemajuan ilmu pengetahuan berbanding lurus dengan perhatian dan pengamalan perintah membaca dan menulis. Dengan kata lain, semakin intens dan luas pembacaan umat Islam, semakin tinggi peradaban Islam, begitu sebaliknya. Membaca merupakan kunci pembuka atau jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, membaca juga menjadi tuntunan pertama yang diberikan allah swt kepada manusia. Jadi kebangkitan tradisi keilmuan Islam bisa di dapat kembali dengan meningkatkan kualitas pendidikan setiap individu muslim, yaitu dimulai dengan mmbaca.
b) Memangun Budaya Penelitian dan Forum Kajian Ilmiah
Konsep yang kedua ini adalah merupakan implementasi dari konsep membaca seperti yang dijelaskan di atas. Konsep ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat lapangan yang didasarkan pada kajian pustaka (kajian teori).
Setelah beberapa orang peneliti melakukan sebuah kajian pustaka dan meletakkan dasar dari sebuah teori dalam lapangan penelitian, ditambah dengan adanya forum kajian ilmiah, konsorsium, seminar dan sebagainya, maka sebuah disiplin ilmu akan lebih bersifat kebenaran. Sudah barang tentu hal tersebut didasarkan pada aspek perkembangan yang terjadi baik perkembangan pola pikir maupun perkembangan teori.
Maka konsep yang kedua ini bisa dipandang sebagai konsep pemersatu umat dan tradisi untuk mencapai kepada tujuan Islam diturunkan ke muka bumi, yaitu sebagai jawaban atas pertanyaan baik pemikiran klasik hingga modern, bahkan postmodernisme sekalipun ( Islam sebagai rahmatan lil’alamin)
c) Tradisi Budaya Menterjemahkan Litelatur dari Eropa dan Barat
Proses penterjemahan besar-besaran dalam dunia Islam yang terkenal adalah pada periode klasik atau lebih tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya Al- Makmun ( dinasti Abbasiyah). Proses ini melibatkan pemerintah dalam hal ini penanggung jawab dan penyandang dana dan para cendikiawan pada masa itu.
Literatur yang diterjemahkan adalah buku-buku para pemikir (filosof) barat terutama Yunani yang kemudian hasil dari buah pemikiran mereka disempurnakan dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, sehingga melahirkan para pemikir muslim yang bukan hanya dikenal dikalangan muslim saja namun buah pemikiran mereka diakui dalam dunia Eropa maupun Barat.
Seiring dengan perjalanan waktu, kini Islam harus kita akui kalah dengan dunia Eropa dan Barat. Terlepas dari pertikaian internal yang terjadi di kalangan muslim itu sendiri, seperti perselisihan antar golongan muslim dalam hal bentuk ibadah, konsep bermasyarakat dan sebagainya. Namun yang perlu dicatat bahwa buah dari pemikir- pemikir. Ilmuwan Eropa dan Barat sudah selangkah lebih maju dengan berbagai macam konsep dan teori yang dibuktikan dengan banyaknya literatur dari Eropa dan Barat yang dipakai di berbagai forum kajian ilmiah. Tentunya umat Islam semestinya tidak tinggal diam. Jika Eropa dan Barat menyerap buah pemikiran para ilmuan muslim klasik, maka saat ini kita juga dapat menyerap pemikiran-pemikiran dari Eropa dan Barat.
Maka konsep tradisi yang ketiga ini merupakan napak-tilas dari apa yang pernah dilakukan oleh umat Islam pada zaman klasik. Bedanya adalah bahwa saat ini kita perlu menterjemahkan literatur-literatur Eropa dan barat. Sudah barang tentu hasil dari proses penterjemahan ini harus didasarkan pada kemauan keras untuk melahirkan berbagai disiplin ilmu sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits yang dikombinasikan dengan globalisasi. Sehingga Islam akan kembali merasakan kejayaannya.
C. Kesimpulan
D. Daftar Pustaka
Suhar AM, Filsafat Umum Konsepsi sejarah dan Aliran ( Jakarta: Gaung Persada Press,2009)
Aripin Banasuru, Filsafat dan Filsafat Ilmu, (Bandung: Alfabeta,2013)
Surajiyo, Filsafat Ilmu; Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta: ANDI, 2007
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
A. Soni Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjauan Filosofis (Yogyakarta : Kanisus, 2001)
Jerome R Ravertz, The Philosophy of Science (Oxford University Press, 1982) diterj. Saut Pasaribu, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingup Bahasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Andre Winoto, Augistine’s Theory of Knowledge (www.buletinpillar.org), 28-12-2013)
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali Press, 2010)
Al-Gazali, al-Munqiz min al-Dalal, diterj. Masyhur Abadi, Setitik Cahaya dalam Kegelapan (Surabaya: Progressif, 2002)
Muhyiddin Hairi Shirazi, Mans Dual Inclination; An Islamic Approach. Diterj. Eti Triana dan Ali Yahya, Tikai Ego dan Fitrah (Jakarata: Al-Huda, 2010).
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar Harapan, 2001).
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 2010).
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010).
Kementerian Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012).
Syeikh Mahmud Abdul Wahab Fayid, Al-Tarbiyah Fie Kitab Allah, diterjemahkan oleh Judi Al.Falasany, “Pendidikan Dalam Alquran” , Semarang: Penerbit CV.Wicaksana, 1989.
Quraish shihab, Membumikan Alquran, Bandung: Penerbit Mizan, 1992.
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Jakarta: Penerbit: Teraju, 2005.
Alparslan Acikgenc, Holisitic Approach to Scientific Traditions, Islam & Science: Journal of Islamic Perspective on Science, Volume 1, Juni 2003.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar